Senin, 27 Mei 2013

Antara Ekstremitas dan Sikap Acuh



Kita telah membicarakan panjang lebar masalah ekstremitas. Barangkali ada yang bertanya, “Bagaimana dengan sikap tak peduli? Dia termasuk penyakit kronis umat Islam yang susah diobati. Bukankah sikap tidak peduli perlu kalian bahas, meskipun sebentar?” Kami katakan kepada penanya ini, “Kamu berhak mengajukan pertanyaan seperti tadi. Akan tetapi, kami sekarang membahas masalah ekstremitas dan pengobatannya. Namun, tidak masalah jika di akhir pembahasan singkat tentang sikap ekstrem kita membahas sikap tidak peduli, karena ini merupakan penyakit yang tidak kalah berbahaya dengan sikap ekstremis.
Sesungguhnya agama tidak disia-siakan kecuali sebab sikap tidak peduli terhadap batas-batas dan kehormatan-kehormatannya. Tanah suci Al-Quds tidak hilang kecuali karena sikap abainya kaum muslimin terhadap agama mereak. Andalusia tidak lepas dari kaum muslimin kecuali sebab sikap abai kaum muslimin terhadap agama mereka dan pertikaian di dalam urusan jabatan dan kesultanan. Bosnia tidak hilang kecuali sebab sikap tidak peduli kaum muslimin di negeri mereka. Kehormatan mereka tidak hilang kecuali sebab ketidakpedulian kaum muslimin terhadap mereka walaupun dengan dinar dan dirham. Dunia Timur yang ateis dan dunia Barat yang salibis tidak menguasai umat Islam kecuali sebab ketidakpedulian umat terhadap agama dan kelalaian mereka terhadap hak Tuhan mereka. Umat Islam tidak tercerai berai kecuali sebab ketidakpedulian mreka terhadap hak Tuhan mereka dan kelalaian mereka dari kewajiban-kewajiban agama yang memerintahkan dengan ungkapan yang jelas dan indah,
“Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai” (Qs. Âli ‘Imrân [3]: 103).
Bangsa Israel tidak dapat mengalahkan bangsa Arab kecuali umat Islam menyia-nyiakan perintah-perintah Tuhannya. Bangsa Yahudi di Palestina tidak lebih dari lima juta jiwa, sementara bangsa Arab lebih dari 250 juta. Dan kaum muslimin sendiri jumlahnya lebih dari satu milyar. Andaikata bangsa Arab bersatu dalam menghadapi bangsa Yahudi, niscaya akan membuat mereka gelisah dan hidup mereka menderita.
Sesungguhnya sikap ekstrem dan sikap abai merupakan dua sisi mata uang. Keduanya sangat berbahaya terhadap Islam. Agama adalah pertengahan antara sikap berlebihan dan sikap tidak peduli. Allah berfirman, “Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) "umat pertengahan” (Qs. Al-Baqarah [2]: 145).
Maksud pertengahan di sini bukanlah pertengahan secara matematis. Akan tetapi, maknanya adalah umat yang adil, benar, baik dan saleh. Agama Islam adalah agama yang membawa keadilan untuk umat manusia.
Islam datang untuk bersikap adil terkait dengan Nabi Isa dan Ibunya Maryam. Islam menolak sikap ekstrem kaum Nasrani yang menjadikan Nabi Isa sebagai Tuhan atau anak Tuhan dan dalam waktu yang sama menolak sikap acuh kaum Yahudi yang berusaha membunuhnya dan menuduh ibunya dengan tuduhan yang paling keci. Islam adil di antara dua kelompok.
Ahlusunnah adalah pertengahan antara Syiah yang melebih-lebihkan Ali di luar batas dan Khawarij yang mencela Ali. Oleh karena itu, ulama salaf mendefinisikan kelompok Ahlusunnah wal-Jamaah dengan, “Mereka adalah pertengahan antara kelompok yang berlebihan dan kelompok yang kurang peduli terhadap akidah, perilaku dan muamalah.”
Orang yang ingin menempuh pendekatan Islam dan mengikuti jalannya yang lurus, wajib mengikuti jejak-jejak Ahlussunnah wal-Jamaah atau salafus saleh. Mereka adalah kelompok moderat di antara dua sikap esktrem. Mereka pertengahan antara kelompok yang mengajak toleransi walaupun dalam hal prinsip dan bersatu walaupun mengalahkan akidah dan antara kelompok Khawarij yang mengkafirkan kaum muslimin karena maksiat dan Murjiah yang mengatakan, selama masih ada iman, dosa tidak berpengaruh apa-apa dan mengatakan, “Sesungguhnya Firaun Musa beriman.”
Mereka pertengahan antara Yahudi yang mementingkan materi dan dunia daripada kesalehan hati dan jiwa dan antara Nasrani yang membuat bid’ah kependetaan dan meninggalkan urusan dunia.
Orang muslim wajib mengumpulkan antara kebaikan dunia dan akhirat, menjalani sebab-sebab duniawi dengan tubuhnya dan bertawakal kepada Allah dengan hatinya. Orang muslim adalah pertengahan antara orang-orang yang mensakralkan akal dan mengutamakannya atas teks dan antara orang-orang yang menghilangkan peran akal sama sekali, meskipun dalam memahami teks, menjelaskannya, dan mengungkap hikmahnya yang tersembunyi. Orang muslim adalah pertengahan antara kelompok yang meniadakan teks-teks syariat dengan dalih menjaga tujuan-tujuan syariat dan antara kelompok yang tidak memperhatikan tujuan-tujuan syariat yang bersifat umum dengan dalih menjaga teks. Orang muslim adalah pertengahan antara orang yang tenggelam dalam urusan politik dengan mengalahkan pendidikan Islam yang benar dan antara orang yang menjauhi politik secara total dengan alasan mengkhususkan diri dalam pendidikan Islam hingga dia tidak mengetahui perkembangan Islam di sekitarnya dan dunia secara umum.
Orang muslim adalah pertengahan antara orang yang mengambil apa saja yang berasal dari peradaban barat tanpa memfilternya dan antara orang yang menolak peradaban barat secara menyeluruh, sekalipun sesuatu yang bermanfaat untuk kaum muslimin. Seorang muslim mengambil ilmu-ilmu murni yang bermanfaat, seperti kimia, kedokteran, teknik dan sejenisnya dan meninggalkan pemikiran, prinsip-prinsip dan etika-etika Barat yang bertentangan dengan syariat Islam.
Orang muslim adalah pertengahan antara kelompok konservatif meskipun dalam masalah-masalah sarana, misalnya komputer dan internet dan antara kelompok perubahan, meskipun dalam prinsip-prinsip Islam dan tujuan-tujuan besarnya.
Sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda,
إِنَّ الدِّيْنَ يُسْرٌ.                                         
“Sesungguhnya agama itu mudah.”[1]
Ini adalah benar. Akan tetapi, melepaskan diri dari syariat Islam dengan dalih kemudahan, tidak boleh. Ini tidak masuk dalam Hadis tadi. Kelompok sekularis ekstrem menginginkan agar umat Islam melepaskan diri dari syariat Islam dengan dalih agama itu mudah. Makna mudah yang dikehendaki dalam Hadis tadi bukanlah bebas dari agama, lalu terjerumus dalam perbuatan-perbuatan keji dan dosa-dosa besar. Makna Hadis tadi bukanlah menutup kedua mata dari perbuatan keji dan mungkar yang ada agar selamat dari tuduhan ‘Islam garis keras’.
Makna mudah yang dikehendaki dalam Hadis tadi adalah kamu melakukan sesuai dengan apa yang dilakukan Rasulullah Saw yang mana beliau tidak diberi dua pilihan kecuali memilih yang paling mudah di antara keduanya, selama bukan dosa. Sebuah Hadis menyebutkan, “Rasulullah Saw tidak diberi pilihan antara dua perkara kecuali memilih yang lebih mudah di antara keduanya selama bukan dosa. Jika berupa dosa, beliau orang yang paling jauh darinya.”[2]
Kemudahan bukan dalam hal yang diharamkan Allah karena Allah tidak mengharamkan sesuatu yang mengandung kemaslahatan kepada hamba-hambaNya. Allah berfirman,
“Apakah (pantas) Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui? Dan Dia Mahahalus, Maha Mengetahui” (Qs. Al-Mulk [64]: 14).
Hendaklah setiap muslim mengetahui bahwa Allah tidak membebani manusia kecuali sesuai kemampuannya. Adapun perkara berat yang ada dalam sebagian perintah adalah perkara berat yang mampu ditanggung manusia dan membawa faidah untuk badan, jiwa dan hati. Misalnya, beratnya puasa dan shalat subuh pada musim dingin dan shalat Zhuhur pada musim panas.
Syariat Islam datang dengan ‘azîmah (hukum asli) dan rukhshah (hukum keringanan). ‘Azîmah disyariatkan dalam kondisi-kondisi tertentu dan rukhshah juga disyariatkan dalam kondisi-kondisi tertentu. Jika kondisinya kondisi rukhshah, seorang muslim diperintahkan untuk melakukannya, berdasarkan sabda Rasulullah Saw,
إِنَّ الله يُحِبُّ أَنْ تُؤْتَي رُخَصُهُ كَمَا يُحِبُّ أَنْ تُؤْتَي عَزَائِمُهُ.
“Sesungguhnya Allah suka kemurahan-kemurahan-Nya diambil sebagaimana ketentuan-ketentuan asli-Nya dilaksanakan.”[3]
Akan tetapi, setiap muslim tidak mengambil rukhshah ketika syariat Islam tidak membolehkannya. Dan jika ia seorang pemimpin, dianjurkan untuk tidak mencari-cari rukhshah.
Kesimpulannya, agama menjadi sia-sia oleh kelompok ekstremis dan kelompok yang tidak peduli. Maka janganlah bersikap ekstrem bersama orang-orang yang bersikap radikal dan janganlah tidak peduli bersama orang-orang yang tidak peduli. Ikutilah petunjuk Nabimu. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan salam kepada kia dalam setiap waktu.


[1] HR. Bukhari, nomor 39 dari Abu Hurairah Ra.
[2] HR. Bukhari, nomor 6404 dan Muslim, nomor 2327 dari Aisyah Ra.
[3] HR. Ibnu Hibban, nomor 354 dari Ibnu Abbas Ra. Syaikh Arnauth mengatakan, “Sanadnya shahih.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar